(THL TBPP BPP Kec. Kunjang)
Meskipun secara prinsip sama namun ada hal yang membedakan antara tehnologi gogo rancah pada jaman dahulu dan tehnologi tabela ini. Pada tehnologi gogo rencah umumnya benih di tugal satu per satu hal ini disebabkan jaman dahulu memang belum ada alat tanam benih langsung. Hal ini menyebabkan jumlah pekerja yang dibutuhkan menjadi banyak. Namun dengan bantuan Alat Tanam Benih Langsung (Atabela) maka jumlah tenaga kerja dan waktu yang diperlukan untuk penanaman akan semakin dipangkas. Dengan Atabela maka efektifitas kerja dan efisiensi biaya dapat di tingkatkan. Sebagai bahan perbandingan, dengan menggunakan Atabela ini petani sudah tidak diperlukan lagi hal hal sebagai berikut :
1. Tidak perlu pekerjaan pembuatan tempat persemaian
2. Tidak perlu melakukan persemaian dan perawatan persemaian
3. Tidak perlu persiapan pindah tanam (istilah jawa : ndaut)
4. Tidak perlu melakukan pindah tanam
Hal ini tentu saja sangat membantu petani dalam hal awal musim tanam karena pada saat ini untuk mendapatka tenaga tanam juga bukanlah hal yang mudah. Tenaga kerja dibidang pertanian lebih banyak yang alih profesi mengingat menjadi buruh tani pendapatannya sangat sedikit. Selain itu menjadi buruh tani juga bukan merupakan profesi bergengsi. Berdasarkan pengalaman, dengan Atabela ini waktu yang dibutuhkan untukmelakukan penyebaran benih dengan luas tanah 100 ru atau sekitar 1.400 mpersegi cukup dibutuhkan waktu sekitar 1 jam. Sehingga untuk luasan 1 Ha hanya butuh waktu 7 Jam. Selain waktu yang singkat benih yang dibutuhkan juga sangat irit. Dari pengalaman yang sudah dilakukan benih yang dibutuhkan hanya 3-4 kg untuk luasan 100 ru. Bila menggunakan sistem tanam pindah maka setidaknya dibutuhkan 5-7 kg benih padi.
Hal ini tentu saja sangat membantu petani dalam hal awal musim tanam karena pada saat ini untuk mendapatka tenaga tanam juga bukanlah hal yang mudah. Tenaga kerja dibidang pertanian lebih banyak yang alih profesi mengingat menjadi buruh tani pendapatannya sangat sedikit. Selain itu menjadi buruh tani juga bukan merupakan profesi bergengsi. Berdasarkan pengalaman, dengan Atabela ini waktu yang dibutuhkan untukmelakukan penyebaran benih dengan luas tanah 100 ru atau sekitar 1.400 mpersegi cukup dibutuhkan waktu sekitar 1 jam. Sehingga untuk luasan 1 Ha hanya butuh waktu 7 Jam. Selain waktu yang singkat benih yang dibutuhkan juga sangat irit. Dari pengalaman yang sudah dilakukan benih yang dibutuhkan hanya 3-4 kg untuk luasan 100 ru. Bila menggunakan sistem tanam pindah maka setidaknya dibutuhkan 5-7 kg benih padi.
Tehnologi Atabela ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 2013 di kelompok tani “Tani Mulyo” Desa Wonorejo. Kegiatan ini merupakan hasil kerjasama BPP Kunjang dengan salah satu mitra kerja Perusahaan Pestisida PT. Bayer Indonesia. Namun Demplot ini kurang berhasil karena setelah benih disebar turun hujan dalam waktu yang lama dengan intensitas yang tinggi. Sehingga alur tanam yang sudah dibuat menjadi rusak. Selain itu bentuk atabela yang dari PT Bayer masih terlalu besar sehingga dibutuhkan setidaknya 2 orang operator. Meski demikian sedikit demi sedikit Penyuluh pertanian terus berupaya memperkenalkan tehnologi ini kepada kelompok tani. Tentu saja hal tersebut bukan hal yang mudah karena petani masih sulit menerima hal hal yang baru.
Dari beberapa kegiatan pendampingan yang dilakukan akhinya satu orang berminat dengan tehnologi ini. Bahkan Bpk Nyaman salah satu petani desa Wonorejo akhirnya memutuskan membeli sendiri Atabela. Dari satu orang inilah keuntungan tehnologi sedikit demi sedikit terus menyebar. Disusul pada kegiatan SRI (System Rice of Intensification) tahun 2014 yang dilaksanakan di kelompok tani “Tani Rukun” Dsn Kapas Desa Kapas. Kelompok Tani yang dimotori oleh Bpk. Subagio ini berupaya memasyarakatkan tehnologi tabela. Dari 25 Ha yang mengikuti kegiatan SRI, 10 Ha diantaranya memakai tehnologi ini. Karena hasilnya memuaskan maka banyak masyarakat yang mengikuti menggunakan tehnologi ini pada musim berikutnya. Bahkan dikarenakan banyaknya permintaan maka kelompok tani membeli sendiri alat tanam benih langsung ini.
Puncaknya pada kegiatan Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP PTT) pada musim tanam MK I tahun 2015. Selain kelompok Tani “Tani Rukun” pada kegiatan GP PTT tahun 2015 ini Kelompok tani “Rajawali” Dsn Bungkul Desa Kapas yang melihat keunggulan tabela akhirnya mengikuti jejak kelompok tani tetangganya tersebut. Hamparan kelompok tani “Rajawali” yang menerapkan tehnologi tabela ini telah mencapai 10 Ha. Bahkan Kelompok Tani “Rajawali” juga membeli sendiri Alat Tanam Benih Langsung. Sehingga di wilayah BPP Kecamatan Kunjang saat ini ada 3 kelompok tani yang telah memiliki Alat Tanam Benih Langsung. Selain itu masih ada beberapa kelompok tani yang melakukan demplot tehnologi ini antara lain Kelompok tani “Tani Mandiri” Dsn Sugihwaras Desa Kuwik, Kelompok Tani “Karya Tani” Dsn Prayungan Desa Kuwik, Kelompok tani “Suko Makmur” Dsn Bulurejo Desa Kapi dan Kelompok Tani “Subur Makmur” Dsn Gresikan Desa Balongjeruk.
Dengan adanya demplot tersebut diharapkan dapat memperluas penyebaran tehnologi ini, Karena pada musim tanam kali ini lahan yang memakai tehnologi tabela ternyata memiliki ketahanan terhadap gejala asem asemen yang banyak menyerang di Kecamatan Kunjang.
Mantap tenan....pengn nyoba aku
BalasHapusapik.... selamat berkarya.....
BalasHapusTrimakasih atas kunjungannya.
BalasHapusSemoga sukses... lanjutken....
BalasHapus